Kamis, 04 Agustus 2016

Sepi

Perlahan aku tahu apa itu sepi.
Hidupku seolah datar, tidak ada cerita didalamnya, tapi tak bisa kutampik bahwa ada banyak cerita terjal yang merjang batinku.

Terlahir dari keluarga sederhana, atau bisa disebut pas-pasan tidak membuatku malu. Tapi ... Kenyataan tentang betapa tak dianggapnya aku di dunia ini selalu saja mampu meluruh lantakan asa yang sudah kubangun tinggi.

Aku memang hitam, dan karena itulah aku selalu di kucilkan, selain atas dasar keadaan ekonomi keluargaku yang membuat mereka selalu mengolokku.

Sedari dulu, aku tak memiliki teman. Teman yang sebenar-benarnya teman tanpa kata pemanfaatan, atau embel-embel apapun itu.

Aku muak. Muak dengan semua tingkah mereka yang seolah mendewkan uang. Aku benci pada mereka yang selalu meninggikan status. Aku lelah, jika harus terus berharap pada sesuatu yang aku sendiri tidak tahu akan seperti apa nanti.

Dikucilkan, disisihkan, dikecualikan membuatku perlahan mampu berdiri tegak dengam senyum tersunggung yang kadang orang akan melihatnya sebagai senyum polos tanpa dosa. Padahal ... Disetiap senyumku, terdapat sejuta mata pisau yang mampu menyayat siapapun yang aku inginkan. Tak peduli apa kata orang, yang aku tahu kini hanyalah bagaimana caranya aku bisa tetap bertahan dengan kokoh sekali pun terpincang cacat kaki ini saat melangkah.

Tak pernah kupungkiri, bahwa aku ingin menikah dan memiliki anak, aku ingin merasakan indahnya hidup menjadi seorang ibu. Tapi ... Mungkinkah setelah sejuta anganku terkoyak seketika?

Tuhan ... Aku tidak ingin menjadi munafik hanya karena laki-laki, tapi ... Jika memang tak ada pemiliku, izinkan aku untuk memiliki dan merawat buah hati, agar aku bisa bertahan hidup dengan tujuan pasti

Khh, 05 agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar